i'm not perfect, but i'm limited edition ^_^

Kamis, Juli 31, 2014

Finally, I Find Him !

Bismillahirrahmaanirrahiim...

long time no see,,,my blog.

Finally, setelah beberapa kisah haru ku...
setelah beberapa kisah duka ku...
setelah beberapa sekelumit kisah indah hidupku...
aku pun menemukan Ia, sang teman setia di hidupku...

Bekasi, 19 Januari 2014


Hari itu, hilang semua gundah dan gelisah
Hari itu hari yang mendung, seketika cerah
Hari itu, kebahagiaan melimpah ruah
Semoga sebagai pertanda, bahwa Allah limpahkan berkah.

Kini, telah kutemukan seseorang yang sebelumnya menjadi rahasia
Seseorang yang tak pernah terfikirkan sebelumnya
Seorang pria pilihanNya
Yang akan senantiasa bersama mengarungi bahtera rumah tangga.

Thank You Allah, Finally I Find Him!

Berkahi rumahtangga kami
Ridhoi di setiap hembusan nafas kami
Iringi dan jaga setiap langkah kami
jadikan rumahtangga kami, 
rumahtangga yang islami 
dan izinkan kami untuk melahirkan generasi rabbani.

aamiinn...

Sentul, 31 Juli 2014 02.27 WIB

Kamis, Mei 02, 2013

Sekelumit Kisah, Semoga Bermafaat :')

Bismillahirrahmaanirrahiim...
semoga bisa diambil hikmahnya dari kisah ini.

***

malam itu, sepulang kegiatan pekanan disalah satu masjid kampus ternama...
dinda (bukan nama sebenarnya), tak biasanya langsung bergegas menuju gerbang kampus. ternyata ia telah di tunggu oleh salah seorang pria yang (ternyata) juga rutin mengikuti kegiatan setiap pekannya (begitu c katanya!).

tak disangka, ternyata sang mentor menghampirinya. menyanyakan, apakah ia mau pulang bareng seperti biasanya.
dengan terbata Dinda pun menjawab "mmm, enggak kak. aku udah dijemput"
dijemput? sm siapa? fikir sang mentor. pria itu pun memberi isyarat seolah meminta izin kpd sang mentor.

"bener? Dinda gak mau pulang bareng ana???" sang mentor berusaha mengajak dan memastikan kembali dengan nada bergetar,dan mata berkaca-kaca. malam itu suasana memang sedang gerimis, menambah kegetiran hati sang mentor.
dan kondisi hujan tersebut dijadikan dinda sebagai penguat alasan untuk tdk bareng sang mentor yang saat itu menggunakan motor.

sang mentor pun pergi dengan berat hati,membawa setumpuk air yang membendung di matanya. Dinda pun merasa tak enak dan sangat bersalah sekali atas keputusan yang sudah dia buat malam itu.




***
hari berganti minggu...

sang pria pun ditanya oleh mentornya soal keseriusannya terhadap Dinda...
bahkan sang mentor siap membantu jika memang dia sudah siap untuk menikahi Dinda. sang pria ragu...
dan dengan mantap menjawab.. "kalau sekarang, saya belum siap. mungkin nati setelah lulus kuliah".
sang mentor pun berkata "kalau begitu, putuskan segala akses yang berhubungan dengan wanita itu. nanti setelah kamu lulus, insyaAllah saya bantu segala prosesnya."

dan ternyata sang pria menjawab...
"maaf akhi, saya tidak bisa utk putus komunikasi sm skali dengan dia."

***
tetaplah mereka berkomunikasi. intens. bahkan sudah sampai mengenalkan, dan dekat dengan keluarga. 
meskipun tetap ada harap-cemas dan sedikit keraguan dalam hati Dinda tentang orang yang berniat serius terhadapnya itu.

ada beberapa kegiatan "bisnis" yang dilakukan selama "proses itu" berlangsung.
sampai pada suatu ketika, keluarga Dinda sedang ada keperluan ke suatu tempat, dan dengan salah satu bisnis yang dijalani tadi...berangkatlah dinda sekeluarga + pria itu (karena memang merupakan salahsatu leader bisnis tersebut) ke tempat yang dituju, di luar kota jakarta

beberapa hari sepulang dari sana, orangtua Dinda yang ternyata juga ingin tau tentang keseriusan pria itu...langsung mengajak bicara 4 mata dengan sang pria.
orangtua Dinda menanyakan apakah pria itu benar2 serius dengan Dinda. dan pria itu menjawab "iya, saya serius". ia pun mengatakan akan menikahi Dinda minimal setelah lulus kuliah. (mengingat dia juga sudah ada usaha, jd mgkn tidak terlalu dipusingkan dengan pekerjaan. meski kerja kantoran pun tetap difikirkan).

namun, ada yang aneh malam itu...
sepulangnya ia dari rumah Dinda..ia sama sekali tidak menghubungi Dinda. padahal biasanya ia sering ngantuk di jalan, dan ketika ngantuk..pasti menghubungi Dinda. tapi kali ini tidak.

esok harinya pun tetap tidak ada kabar.
setelah hari ketiga, pria itu muncul kembali dengan mambawa adik bungsunya yang manis. dikenalkannya Dinda dengan sang adik.
DInda yang awalnya sempat cemas karena tiba2 tak ada kabar berita, agak sedikit lega...

tapi ternyata,,,setelah pertemuan itu... ia benar2 menghilang seperti di telan bumi. 
tak ada kabar berita, baik via telfon ataupun sms. dihubungi pun juga tak bisa.

hilang...dan benar-benar mengHILANG tanpa pesan apapun.


bulan pun berganti tahun,,,
dan tanpa sengaja diketahui bahwa pria itu kini telah menikah dengan wanita lain.

ada sedikit sesak di dada mengetahui hal itu. Lamunan Dinda pun melayang ke kejadian malam yang gerimis itu.

"kalau saja saat itu aku tak memilih ikut dengan pria itu,,, meski dapat terlindung dari hujan. dan andai saja aku tak menolak ajakan mentorku yang akhirnya harus pulang membendung air mata meninggalkan adiknya yang "bandel" ini....". Lamunannya pun terhenti ketika Dinda merasakan ada sesuatu yang mengalir di pipinya.

"hhh,,! yasudahlah, semua sudah terjadi. berarti dia bukan yang terbaik untukku. begitupun sebaliknya. ada yang lebih baik untuk kami berdua." segera ia seka airmatanya, khawatir ketahuan orang di rumah.

========000000=========


is that so,,,, 

#apa yang nampak baik belum tentu baik. 
terlihat serius, bahkan berani bicara pada orangtua seperti itu. tapi ternyata... just on lips! :p

#niat baik, disertai cara yang tidak baik, maka hasilnya pun tak akan baik.
Allah itu gak cuma ngeliat hasil, tapi juga proses mencapai hasil itu sendiri

#perhatikan orang2 yang peduli pada kita. 
tidak selamanya orang yang tidak sependapat dengan kita adalah orang yang salah, orang yang tidak mengerrti kita, orang yang membenci kita,dsb.
justru bisa jadi pemikiran dia lah yang benar, dan atas kekhawatirannya pada kita lah yang menjdikan orang itu overprotected pada kita.

#Allah menciptakan 2 mata 2 telinga dan 1 mulut... agar kita banyak2 "melihat", banyak2 "mendengar", dan tak perlu banyak bicara.
karena selalu ada hikmah dibalik setiap kisah...

wallahu'alam bishshowab...

Rabu, Agustus 22, 2012

Cinta Tak Pernah Meminta Tuk Menanti



Kisah ini diambil dari buku Jalan Cinta Para Pejuang, Salim A.Fillah
chapter aslinya berjudul “Mencintai sejantan ‘Ali”


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya.
Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.


”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali.


Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.


Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.


Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.


’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali.


”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu.


Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.


’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..”


Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.


’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha.

Cinta tak pernah meminta untuk menanti.
Ia mengambil kesempatan.
Itulah keberanian.
Atau mempersilakan.
Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.


Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri.


Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?


”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ”


”Aku?”, tanyanya tak yakin.


”Ya. Engkau wahai saudaraku!”


”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”


”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”


’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang.


”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan- pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya. Lamarannya berjawab, ”
Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi.

Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”


”Entahlah..”


”Apa maksudmu?”


”Menurut kalian apakah
 ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka,


”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua!
 Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.


Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.
 

’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ”


‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”


Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”


Kemudian Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus
 Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Kemudian Rasulullah saw. mendoakan keduanya:


“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.” (kitab
 Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4). 


*re-post dari note seorang sahabat...

Senin, Mei 21, 2012

semoga kau mengerti

sekian lama bersamamu kau selalu menyenangkan
kau berikan perhatian pada setiap kesempatan
kurasakan ada sesuatu...
yang kubaca dari setiap  tatapan matamu

jangan engkau pernah menduga 
aku mengharapkan kau jadi milikku 
itu tak mungkin terjadi 

sungguh, aku tak mengiinginkan
yang kuinginkan kau jadi sahabatku
semoga kau mengerti... 

perhatian yang  kau beri takkan pernah kulupakan
tapi jangan kau artikan kuinginkan sesuatu yang lebih
kurasakan ada sesuatu...
yang kubaca dari setiap tatapan matamu 

jangan engkau pernh menduga
aku mengharapkan kau jadi milikku
itu tak mungkin terjadi

sungguh,aku tak mengiinginkan
yang kuinginkan kau jadi sahabatku
semoga kau mengerti....

Senin, Mei 07, 2012

Manis dan Pahit


Manisnya madu dan gula banyak gunanya....
Manisnya muka dan rupa sering menggoda diri yang lupa....
Manisnya bicara dan kata- kata ada tipu daya bagi yang terlena....
Jangan terburu- buru menelan rasa manis karena bisa jadi mengundang tangis...
Sebaliknya jangan pula memuntahkan rasa pahit karena bisa jadi menyembuhkan penyakit yang sedang melilit..

Di balik pujian terkadang tersimpan racun yang membahayakan
jika kita terlena dengan buaian
hingga diri tak sadar bahwa masih perlu banyak perbaikan.
Namun di balik cacian dan penghinaan terkadang tersimpan keindahan
jika kita menjadikannya sebagai pendorong perbaikan.
_____________

Sahabat yang kucintai karena Allah ta’ala
Sampai saat ini,yang saya ketahui bahwa penyesalan hanya ada diakhir.
Namun pada awalnya begitu indah nan mempesona.
Hari hari penuh canda dan tawa,tak percaya diakhir menyisakan luka.

Ukhtiku yang baik hatinya,
Coba anda fikirkan,kerugian terbesar akan menimpa dirimu.
Ketika engkau terbuai dengan ikatan “semu”
Tak berguna kau menangis tersedu sedu
Karena hanya akan menyisakan pilu
_______________________

jika engkau tak merubah cara berfikirmu.
engkau akan mendapatkan perihal yang sama.
seribu kali engkau p****an,
seribu kali pula engkau akan dikecewakan
itulah jebakan setan



※Annisa Novi Ramadhini※

from: RENUNGAN KISAH INSPIRATIF

Selasa, Maret 27, 2012

Dia tak bersalah, Aku saja yang terlalu berlebihan

Dia telah berhasil dengan segala misi nya
Dia telah berhasil mengisi kekosonganku walau sesaat
Dia telah berhasil mengusir sedih & sepiku walau sesaat pula
dan Dia telah berhasil memunculkan kembali apa yang telah Dia usir.

Tak ada yang salah dengan Dia
toh dari awal memang Dia hanya ingin membantuku 
membantuku lupakan  SEJENAK kondisi yang sedang terombang ambing
dan Dia berhasil, sangat berhasil! :)

Aku diperlakukan layaknya seorang putri
Hari ini 'make a wish', besok terjadi.
Begitulah,,hari-hari awal memang penuh dengan kebahagiaan.
Namun, Aku sendiri tetap tak yakin bahwa Dia pangeran abadiku.

Sampai akhirnya,tibalah malam itu, Malam dimana orang tuaku meminta kejelasan darinya, dan Dia bilang pada orang tuaku, Dia Serius.Namun keyakinanku masih tetap fivety-fivety.

Sepulangnya Dia malam itu, sama sekali tak ada kabar. Padahal biasanya Dia selalu menghubungiku setiap dalam perjalanan malam hari (karena dia tak tahan kantuk). Aku pun semakin skeptis. Ada apa dengannya?

Keesokan harinya, Dia mempertemukan Aku dengan adiknya yang sangat manis. Skeptisku mulai luntur. Tapi ternyata setelah itu Dia menghilang bagaikan tersapu ombak. dan kembalilah Aku dalam penantian yag tak pasti.

Sampai ku temukan kepastian bahwa Dia telah bersanding dengan yang lain. huahhh...! Rasanya campur aduk. Aku memang tidak terlalu mengharapkannya, hanya saaja ketika teringat akan janji-janjinya yang teramat manis,rencananya yang terlampau tinggi,gaya-nya yang high-class, dan..semakin di ingat-ingat, akupun berfikir mungkin memang bukan Dia.

Yasudahlah, hanya mampu mengucap syukur akan kebahagiaan yang telah Dia raih.

------
Nah, mungkin di saat-saat aku mencoba menerima kenyataan itu lah sikapku/cara penyampaianku terhadapmu jadi terlalu "lebay", seolah-olah Dia sangat menyakitiku. Seolah-olah Dia yang membuat wajahku murung di rundung duka.

Bukan, bukan Dia kawan.
Aku sendiri yang memposisikan diriku seperti mengharap banyak padanya
Aku sendiri yang memposisikan diriku terpuruk lemah tak berdaya
Aku sendiri yang memposisikan diriku tak pantas untuk siapapun.

Dia telah membuatku bahagia walau sesaat. dan aku sangat berterimakasih padanya. 
Dia telah berusaha membuatku lupa dengan kondisi yang membuatku terombang-ambing kala itu, dan Dia berhasil. Saat dengannya, ku lupa dengan kondisiku yang terombang-ambing.
Dan dengan hadirnya Dia, semakin nyata terlihat bahwa sesungguhnya aku hanya kagum padanya.

Ternyata Aku masih menyimpan dengan baik rasa untuk orang yang telah membuatku terombang-ambing.

So, jangan salahkan Dia kawan. Dia telah banyak membantuku. Aku saja yang terlalu mendramatisir perpisahan kami, agar rasaku untuk "penghuni lama" tak terkuak secara gamblang.

.Semoga kau mengerti.







Sabtu, Oktober 29, 2011

TERUNTUK SAUDARIKU

Teruntuk saudariku…                
Tak tau berapa lama lagi sisa hidupku, yang aku tau..harii itu senantiasa mengikutiku.
Hari dimana semua yang kulakukan akan dimintai pertanggung jawaban.
Pertanggung jawaban atas semua kewajiban yang seharusnya kulaksanakan.

Teruntuk saudariku…
Maaf bila selama aku mengenalmu, terlalu banyak hal yang kubiarkan begitu saja berlalu.
Maaf bila selama aku mengenalmu, tak terpenuhi semua hak-hak ukhuwahmu,
Tak ku hiraukan semua masalahmu.

Teruntuk saudariku…
Selama nafas ini masih senantiasa diberikan olehNya untuk ku hirup
Kumohon engkau agar menagih semua yang menjadi hak ukhuwahmu dari diriku
Agar tak kelu aku nanti ketika menghadapNya

Teruntuk saudariku…
Atas apa yang sempat kau ungkap padaku, sungguh aku pilu.
Telah berulang aku mengingatkanmu,namun tak jua kau dengar omongan makhluk tak berdaya ini
Sampai akhirnya ku dengar tentang ‘kabar buruk’mu kembali.

Teruntuk saudariku…
Tak kan pernah bosan kupinta kebahagiaanmu dalam setiap doaku
Namun, kebahagiaanmu ada di tanganmu sendiri.
Kau pantaskan dirimu tuk bahagia, maka DIA pun akan memantaskan kebahagiaan utk mendekat kepadamu.

Teruntuk saudariku…
Semoga kau bahagia selalu
Aku hanya melakukan apa yang aku tau
Namun, kebahagiaanmu..itu pilihanmu sendiri

Yang aku tau,,,
KITA BERHAK UNTUK BAHAGIA
Dan dengan keikhlasan kita menerima ketentuanNya…
Kita akan jauhhh lebih BAHAGIA…

Peluk cium untuk kalian..saudariku tercinta…
mmuach! :-*